ilustrasi
Subsuku Dayak Suaid adalah kelompok
masyarakat dayak yang umumnya bermukim di wilayah Kecamatan Seberuang, Semitau,
dan sebagian kecil berada di kecamatan Selimbau Kabupaten Kapuas Hulu.Istilah
Suaid hakikatnya di ambil berdasarkan nama sungai yaitu Sungai Suaid yang
memanjang dari selatan hingga ke utara dan bermuara di sungai kapuas. Di
sepanjang sungai inilah dulunya kelompok masyarakat ini bermukim, beranak pinak
dan berdaulat. Mereka hidup berdampingan penuh kerukunan dengan subsuku Dayak
Kantu’, Seberuang dan Dayak Mayan (yang
hakikatnya anak suku Dayak Suaid). Selain itu kelompok ini juga sudah lama
hidup berdampingan dengan orang melayu yang umumnya mereka sebut Senganan.
Jika dilihat dari keadaan Geografis
atau luas wilayah Subsuku Dayak Suaid yang hanya bermukim di sungai suaid,
maka subsuku ini merupakan subsuku yang kecil. Akan tetapi, berbagai peristiwa
yang dialami suku ini mengukir sejarah perkembangannya sehingga menjadikan
subsuku ini menjadi subsuku yang besar. Misalnya masuknya tiga per empat
wilayah kecamatan seberuang yang hingga saat ini merupakan wilayah penyebaran
subsuku suaid.
Gambaran sikap pemberani orang Suaid
digambarkan oleh seorang misionaris yang pernah berkarya di hulu sungai kapuas,
terutama di Benua Martinus dan Sejiram, yaitu H.J Van Hulten. Rombongan
misionaris itu pernah diusir Jepang. Sehingga mereka memutuskan pergi ke
Pontianak. Dalam perjalanannya dari Benua Martinus menuju pontianak, mereka
akan diserang oleh orang melayu embau. Akan tetapi, orang-orang Dayak dari
Sejiram melindungi rombongan misionaris ini dengan perlengkapan senjata mereka
selama 14 hari (H.J. Van Hulten, 1992:23).
Dayak Suaid memiliki kepekaan terhadap
identitas mereka. Kelompok ini diyakini sebagai Dayak Mardhahika atau Dayak Merdeka,
yaitu Dayak yang ingkar menukar identitas mereka dan juga ingkar membayar pajak
kepada kerajaan (Yusriadi, 2003:14). Oleh karena itu, para tetua kampung dan
tokoh masyarakat ini menolak sistem penulisan kelompoknya dengan menggunakan
konsonan [h] antara vokal [u] dan [a] seperti SUHAID sebagaimana yang lazim
ditulis dalam administrasi pemerintah yang juga pernah ditulis oleh Hudson
(1996) tentang klarifikasi bahasa-bahasa Borneo. Kelompok suku ini menegaskan
sistem penulisannya tanpa konsonan [h] yaitu SUAID. Bagi kelompok suku ini,
jika ditulis Suhaid tidak merefleksikan identitas mereka melainkan bermakna Senganan. Apalagi dalam bahasa Suku
Suaid konsonan [h] sebagai refleksi dari konsonan [r], sebagai contoh kata garam diucapkan Gaham.
Ditinjau dari aspek Linguistik, bahasa
Dayak Suaid memiliki ciri fonetis hampir sama dengan subsuku Dayak mayan, Ulu
sungai, dan beberapa bahasa di Kabupaten Sanggau, seperti bahasa subsuku Dayak
Ribun. Dalam hal ini pada subsuku ini tidak terdapat konsonan [r] baik pada
posisi awal, tengah maupun akhir, kecuali kosa kata pinjaman dari bahasa melayu
atau penutur bahasa Suaid yang tidak tinggal di dilingkungan subsuku ini (lahir
dan dibesarkan di kota). Konsonan ini selalu memiliki persamaan bunyi dengan konsonan [h]. Sedangkan ciri fonetis lainnya ialah konsonan [s] pada suku akhir
cenderung berkonotasi dengan nasal [‘n] dan tidak terdapat pranasal pada akhir
seperti [‘tn], [‘pm], [‘kng].
Subsuku dayak Suaid tersebar di empat
wilayah empat kecamatan, yaitu kecamatan Seberuang, Semitau, Suhaid, dan
Selimbau. Adapun wilayah penyebaran subsuku Dayak Suaid meliputi 28 kampung
dengan penutur lebih 8.373 jiwa.
sumber: buku Mozaik dayak "Keberagaman subsuku dan bahasa dayak di Kalimantan Barat"
Tidak ada komentar:
Posting Komentar