Jalan salib merupakan tradisi gereja
katolik dalam masa prapaska untuk mengenang sengsara Tuhan Yesus Kristus. Ada yang
menarik ketika mengikuti jalan salib di hari jumat terakhir dalam masa prapaska
di paroki sejiram karena jalan salib tidak di dalam gereja tetapi di sebuah
bukit kecil di komplek pastoran sejiram., pagi-pagi umat berkumpul di depan
gereja kemudian bersama-sama mengikuti prosesi jalan salib yang dimulai di kaki
bukit untuk kemudian perlahan-lahan mendaki, seperti jalan salib pada umumnya
melewati perhentian demi perhentian yang kemudian diakhiri dengan perhentian
terakhir di kuburan katolik. Tradisi ini entah kapan dimulai yang pasti masih
berlangsung hingga sekarang. Dulu orang-orang tua di sejiram mengenal perayaan
ini dengan istilah ahi haya ngelilin
bukit (hari raya berjalan mengelilingi bukit). Terlepas dari tradisi dan
perayaan tersebut ada yang selalu menjadi keinginanku, mungkin juga keinginan
semua umat katolik di paroki sejiram yaitu adanya patung permanen sebagai
penanda setiap perhentian, selama ini perhentian dalam jalan salib tersebut
hanya di tandai dengan gambar-gambar peristiwa sengsara Tuhan yang digantung di
pohon ala kadarnya. Keinginan itu semakin menjadi ketika melihat tempat wisata rohani bukit kelam yang
memiliki stasi jalan salib yang begitu indah, paroki sejiram sudah memiliki
tempat hanya perlu penambahan sarana ibadah yang lebih baik dan permanen. Jika kita
berkhayal seperti di bukit kelam mungkin itu terlalu berat..., saya berpikir
yang sederhana saja yang mungkin terjangkau biayanya, bukan patung tetapi cukup
dalam bentuk relief yang ukurannya kita
sesuaikan. Berkayal mungkin tidak salah....?
tetapi jika kita punya keinginan yang
sama mungkin ini bukan lagi berkhayal karena kita bisa berbuat bersama untuk
kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar