Tanggal 11 Pebruari 1905 Kalimantan menjadi daerah Prefektur Apostolik
sendiri, yang meliputi seluruh wilayah Kalimantan yang dikuasai
oleh Belanda pada waktu itu, dengan tempat kedudukan Prefek
Apostolik di Pontianak. Daerah Prefektur Apostolik yang baru ini
dipercayakan kepada Ordo Kapusin. Pater Pacificus Bos sebagai Prefek Apostolik yang pertama, diangkat pada tanggal 10 April 1905.
Sejak ditinggalkan pada tahun 1898,
baru bulan Mei 1906 bekas Stasi Sejiram dikunjungi lagi. Kunjungan ini
dilakukan oleh Prefek sendiri sebagai penjajakan. Stasi dibuka kembali
pada tanggal 22 Agustus 1906. Dua orang Pastor dan dua orang Bruder,
yakni: Pastor Eugenius, Pastor Camillus dan Bruder Theodorius,
pada tanggal tersebut mulai menetap di Sejiram. Tidak lam kemudian
karya misi di Sejiram diperkokoh dengan datangnya beberapa Suster Fransiskanes dari Veghel, yaitu: Sr. Didelia, Sr. Casperina dan Sr. Cayetana.
Datangnya misionaris Kapusian dan Suster-Suster Fransiskanes tersebut
merupakan titik awal baru perkembangan Gereja di wilayah ini. Benih sudah ditanam, kini mulai tumbuh.
Ketika misionaris Kapusin datang ke
Sejiram, mereka tidak menemukan apa-apa lagi kecuali rumah Pastor.
Gereja, sekolah dan perumahan lainnya yang dulu pernah dibangun oleh
Pastor Looymans di situ tidak ada lagi. Tetapi benih yang dulu ditanam,
sudah tumbuh dan masih hidup, walaupun ditinggalkan beberapa tahun.
Beberapa orang katolik yang dulu dipermandikan sebagai anak kecil oleh
Pastor Looymans masih ada. Setiap hari Minggu berkumpul kurang lebih 50
orang untuk sembahyang dan pelajaran agama. Gereja dan Pastoran baru
segera mulai dibangun.
Selain karya untuk hal-hal yang rohani,
juga karya di bidang sosial dimulai. Misionaris-misonaris ini mulai
membuka sekolah dan perkebunan. Walaupun saat ini perkebunan di Sejiram
tidak lagi berkembang dan sekolah di Sejiram tidak ada lagi, juga tidak
lagi sebagai pusat, tetapi dampaknya masih nyata dan dapat dilihat
sampai saat ini. Perkembangan orang Dayak dalam bidang perkebunan,
khususnya perkebunan karet, dan pendidikan lainnya, yang kemudian
membawa mereka keluar dari lingkungannya yang amat tertutup pada waktu
itu, dimulai dari karya misi di Sejiram ini. Para misionaris dari
poermulaan sudah melihat bahwa usaha misi di antara orang Dayak harus
disertai dengan usaha meningkatkan kehidupan sosial ekonomi mereka.
Untuk itu perlu ada sekolah dan usaha perkebunan.
Memulai sebuah sekolah di kalangan
orang Dayak pada waktu itu cukup sulit. Pastor terpaksa harus pergi ke
kampung-kampung mencari murid. Anak-anak dan orang tua diberi
pengertian tentang pentingnya sekolah dan dibujuk dengan kata-kata
serta hadiah-hadiah. Setiap tahun Pastor tetap terpaksa memburu murid
ke kampung-kampung, karena setelah beberapa tahun orang tua masih tidak
berani melepaskan anak-anak pergi ke sekolah. Ketakutan itu masih
ditambah oleh adanya isu yang mengatakan bahwa anak-anak akan dibawa
pergi dan tidak akan dibawa kembali kepada orang tuanya. Anak-anak
disembunyikan oleh orang tuanya di ladang atau di loteng rumah begitu
mendengar Pastor datang ke kampung mereka. Ini hanya salah satu contoh
kesulitan pada waktu itu.
Sekarang keadaannya berlainan sekali.
Boleh dikatakan terbalik. Pastor tidak perlu mencari murid, tetapi
mereka sendiri yang datang. Namun kesulitan biaya, yang dari dulu
dialami, sekarang masih tetap dialami sebagai salah satu hambatan
yang terbesar untuk kemajuan orang-orang Dayak. Karena itu salah satu
penekanan dalam usaha misi di bidang pendidikan di masa sekarang ini
untuk orang-orang Dayak, adalah beasiswa bagi anak / remaja /
pemuda yang memiliki kemampuan belajar dan ingin maju, tetapi
kurang biaya. Asrama bagi para pelajar Dayak masih tetap dibutuhkan,
mengingat sebagian besar mereka tinggal di pedalaman. Perkembangan
Gereja sebagian ditentukan oleh usaha pendidikan. Bahwa ada orang Dayak
yang tertarik kepada Gereja karena usaha pendidikan yang dapat
meningkatkan hidup mereka, itu kiranya bukan hanya terjadi di kalangan
orang Dayak, tetapi bisa terjadi di seluruh dunia. Pendidikan itu
membuka pikiran dan dunia seseorang, membantu kesadaran dan penghayatan
iman yang lebih mendalam. Hal ini sudah disadari sejak
misionaris-misionaris pertama menginjakkan kakinya di bumi Kalimantan
ini.( Sumber : http://1001sintang.com/index.php/katholik/122-sejarah-gereja-keuskupan-sintang )
misionaris yang pernah berkarya di sejiram
Tidak ada komentar:
Posting Komentar