Gereja di Keuskupan Sintang dimulai dari sebuah “biji” yang betul-betul kecil dan hampir tidak kelihatan, yakni wilayah Sejiram.
Ketika seluruh Nusantara masih di bawah satu Vikariat Apostolik
Jakarta, sudah ada maksud mendirikan karya misi di antara orang-orang
Dayak. Dalam surat Vikaris Apostolik dari Batavia tertanggal 25
Pebruari 1884, dengan nomor 178, Mgr. Claessens memberitahu tentang
pertemuannya dengan Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Buitenzorg
(bogor), yang menyatakan kemungkinan pemerintah Belanda memberi daerah
Borneo bagi Misi Katolik. Dalam surat itu juga dinyatakan bahwa dalam
penjajakannya yang terakhir di Borneo ada kesan cukup baik akan
kemungkinan penerimaan orang Dayak terhadap Misi Katolik. Ijin untuk
memulai bekerja di antara orang Dayak diberikan pada tanggal 7 Agustus
1884, mula-mula di daerah-daerahang langsung di bawah pemerintah
Belanda, yakni di Sambas, Mempawah dan Sintang. Pater Staal
beberapa kali mengadakan perjalanan untuk meninjau situasi. Beliau
menganjurkan supaya misi dimulai di antara orang-orang Dayak
yang diam di sekitar Bengkayang, khususnya di kampung Sebalau. Darah
itu tidak terlalu jauh dari Singkawang, sehingga Pastor Singkawang dan
Pastor Sebalau dapat mudah berhubungan. Residen Gijbers dari Pontianak
menganjurkan supaya Pater Staal mengunjungi juga daerah-daerah lain:
lima hari mudfik dengan motor-boat dari Pontianak. Daerah itu adalah
Semitau, pusat orang-orang Dayak dari Suku Rambai, Seberuang dan Kantuk.
Pater Staal punya kesan baik terhadap orang-orang Dayak di sekitar
Semitau. Namun mengingat jumlah mereka yang hanya sekitar 1500 orang,
dan perjalanan yang sulit sekali, sehingga Pater Staal tetap pada
nasehatnya: pilihlah Sebalau.
Dalam pertimbangan selanjutnya ternyata
Sebalau tidak dipilih, karena terletak dalam daerah kekuasaan Sultan
Sambas dan tidak ada jaminan bahwa pejabat-pejabatnya yang semuanya
Islam tidak akan menghalangi karya misi di antara orang-orang Dayak
yang masih animis. Dengan demikian, pilihan jatuh pada Semitau, tempat
kedudukan seorang Kontrolir yang membawahi daerah Kapuas Hulu. Residen
Sintang menyetujui rencana itu dan menyatakan bahwa Suku Seberuang,
Rambai dan Kantuk cukup taat pada Pemnerintah Belanda dan mereka
bersedia menerima Misi Katolik.
Demikianlah dengan Surat Dinas tanggal 14 Juni 1890, nomor 252,
yang dikeluarkan berdasarkan Surat Dinas Kabinet tanggal 29 Juli 1889,
nomor 7, yang menyetujui Misi Katolik berkarya di antara orang-orang
Dayak dengan tempat kedudukan Semitau, Pastor Looymans diutus menjadi misionaris pertama bagi orang Dayak. Tanggal 29 Juli 1890 Pastor H. Looymans tiba di Semitau.Kemudian
ternyata Semitau bukan tempat yang strategis bagi karya misi. Karena
orang Dayak tidak tinggal di Semitau, tetapi di daerah sekitarnya.
Hanya sesekali mereka datang ke Semitau Desa yang merupakan pusat
perdagangan bagi daerah sekitarnya. Penduduknya sendiri hanya terdiri
dari orang-orang Cina dan Melayu. Dengan demikian, kontak yang mendalam
dengan orang Dayak hampir tidak mungkin. Maka pada tahun 1892 Pastor
Looymans dijemput dan dibawa ke Sejiram oleh Babar, Bantan dan Unang,
tiga bersaudara dari Sejiram. Di atas tanah kosong yang agak berbukit
di pinggir Sungai Seberuang, tidak jauh dari Nanga Sejiram, Pastor
Looymans membangun rumah. Tempat itu terletak di antara 4 kampung orang
Dayak. Jarak setiap kampung sekitar lima menit berjalan kaki. Di tempat
itu kemudian dibangun gereja, sekolah dan pondok untuk anak-anak
sekolah. Dalam waktu tujuh bulan Pastor Looymans sudah mempermandikan
58 orang anak. Di sini pun, seperti di tempat lain, harapan terutama
terletak pada anak-anak muda. Pada tahun 1893 Pastor Looymans yang
sendirian dan kurang terpelihara hidupnya dibantu oleh Pastor Mulder.
Sayang karya mereka tidak dapat beretahan lama.Daerah yang baru
dirintis itu hanya dapat dilayani beberapa tahun saja. Pada tahun 1898
Sejiram terpaksa harus ditinggalkan, karena tenaga mereka diperlukan di
tempat lain yang lebih mendesak. Di tahun 1900 Pastor Schrader pernah sekali mengunjungi Sejiram. Sesudah itu Sejiram tidak pernah dikunjungi lagi sampai tahun 1906.
(Sumber : http://1001sintang.com/index.php/katholik/122-sejarah-gereja-keuskupan-sintang)
(Sumber : http://1001sintang.com/index.php/katholik/122-sejarah-gereja-keuskupan-sintang)
komplek pastoran sejiram pada masa itu
Tidak ada komentar:
Posting Komentar