Kamis, 09 Februari 2012

"Sabung Ayam"

tradisi atau ambisi


kalimat “SABUNG AYAM” pasti akan merujuk pada sebuah perbuatan melawan hukum yaitu perjudian. Tapi pernahkah kita tahu jika sabung ayam justru sebagai tindakan penyelesaian sebuah perkara yang jelas-jelas untuk menegakan hukum. Di daerah sejiram pada masa lalu khususnya sub suku dayak suaid salah satu penyelesaian perkara adalah dengan sabung ayam, lalu bagaimana si ayam menjadi penegak hukum? Menurut cerita para tetua dan pemangku adat sub suku suaid, jika ada pelanggaran hukum adat dalam hal ini ada korban dan tersangka, pertama-tama melalui prosedur pnyelesaian hukum adat yang biasa sampai pada putusan namun tak terselesaikan, dan banding (beberapa tahap) hingga tingkat tertinggi pada temenggung (juga tak terselesaikan) maka temenggung  membuat aturan “nyabung” (adu ayam) ,  ayam adalah perwujudan dari yang berperkara masing-masing pihak akan diwakilkan dengan seekor ayam, pihak-pihak yang berperkara (korban dan tersangka) memilih salah satu ayam jantan terbaiknya lalu kemudian ayam-ayamnya dipasang taji (sejenis pisau kecil tajam) pada kaki ayam tersebut kemudian dibawa ke tempat yang ditentukan pemangku adat setempat untuk kemudian di adu dengan telah melakukan ritual adat tertentu. Masing-masing pihak harus menerima keputusan dengan lapang dada. Apabila salah satu ayam yang di adu mati atau lari maka si empunya ayam di nyatakan bersalah dan harus menerima hukuman sesuai dengan ketentuan adat yang berlaku. Sabung ayam ini dimaksudkan untuk mengganti ketentuan menyelesaikan perkara dengan SUMPAH. Sumpah dinilai terlalu keji dan mengakibatkan kejadian yang sangat tidak manusiawi karena berhubungan dengan makhluk halus yang bisa membunuh dan membuat celaka yang bersalah. Begitulah si ayam menjadi penegak hukum di komunitas sub suku dayak suaid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar